Isi Buku Tamu

Guestbook

Lihat data pengunjung

Hit Counter free counters Free counter and web stats Add to Google Reader or HomepagePowered by FeedBurner

rss

Sugeng Rawuh


Sumangga dipunsekecakaken, mugi Para Kanca Sastra Jawa Sutresna kersa nilaraken panyaruhe. Pamanggih panjenengan mugi saged ndadosaken kasampurnanipun blog Sastra Jawa menika. Nuwun

Kamis, Juni 05, 2008

BULUSAN

Pada suatu hari Sunan muria berniat mnghadiri sebuah pertemuan Wali Sanga di daerah Pati untuk membicarakan syiar islam. Perjalanannya diikuti oleh sejumlah santri terpilih yang senantiasa setia berguruk kepada Sunan Muria. Pada waktu itu perjalanan mereka belum selancar sekarang karena masih menempuh hutan belukar, sawah dan rawa. Perjalanan itu berlangsung siang dan malam agar segera sampai ke tempat tujuan.
Di suatu persawahan yang terlindung pepohonan yang lebat, Sunan Muria terhenti langkahnya karena mendengar suara “krubyuk-krubyuk” yaitu suara air yang disebabkan oleh gerakan tertentu. Sesungguhnya suara itu berasal dari langkah-langkah orang disawah yang berair.


“suara apakah yang krubyuk-krubyuk dimalam sepi begini?” tanya Sunan Muria kepada santri-santrinya
Mendengar pertanyaan Sang Sunan bergegaslah para santrinya mencari tahu. Kemudian, diketahui bahwa suara itu berasal dari langkah-langkah orang yang sedang mencabuti bibit padi untuk ditanam di sawah keesokan harinya.
“Kanjeng Sunan, sesungguhnya suara itu dari orang yang sedang mencabuti bibit pada. Besok pagi mereka akan menanamnya di sawah”
“oh, kukira tadi suara bulus.” Kata Sunan Muria dengan lembutnya.
Konon, kata-kata Sunan menjadi kenyataan. Orang-orang yang sedang mencabuti bibit padi itu berubah menjadi bulus atau kura-kura. Tentu saja mereka pun terkejut dan bersedih hati menyadari nasibnya yang malang itu. Akan tetap ikepada siapa mereka harus mengadukan nasibnya? Mereka hanya bisa menduga bahwa kejadian itu akibat kutukan dewata atau orang sakti yang keramat.
“Barangkali kita berdosa karena bekerja malam hari,” ujar seekor bulus dengan nada sedih.
“Tapi, siapa orang yang melarang orang bekerja malam hari?” ujar yang lain.
“Itu mustahil, sebab Dewi Sri selalu mendapat sesaji di saat kita panen. Dewi Sri pastilah bersedih manyaksikan nasib kita seperti ini.”
“Sudahlah, kita berserah diri kepada sang Pencipta. Barangkali memang sudah takdir,” kata seekor bulus yang merasa bertanggung jawab atas musibah itu. Dialah yang pada mulanya mengajak sanak kerabatnya untuk bekerja di malam hari.
Segera saja peristiwa itu menjadi buah bibir penduduk setempat yang resah karena kehilangan sebagian warganya. Lantas, diantara mereka ada yang berusaha mencari keterangan kesana-kesini hingga tahulah bahwa kejadian itu akibat kata-kata sunan muria. Kabar itu akhirnya terdengar oleh kaum kura-kura yang berusaha payah mencari persembunyian
Beberapa hari kemudian, mereka yang telah menjadi bulus itu mendengar kabar dari orang-orang bahwa Sunan Muria akan segera kembali dari Pati. Tumbuhlah niat mereka hendak memohon ampunan kepada Sunan Muria agar dapat menjadi manusia biasa.

Dengan kabar mereka menunggu lewatnya suan muria sambil berendam diri disawah. Setiap kali mendengar langkah orang yang lewat mereka berebut naik keatas hendak mengetahui siapa yang lewat. Beberapa kali mereka pun kecewa karena orang-orang yang lewat ternyata bukan rombongan Sunan Muria.
Pada saat Sunan Muria dan Santri-santrinya melewati tempat itu bergegaslah mereka naik keatas hendak menghadap Sunan Muria. Setelah yakin bahwa orang-orang yang lewat adalah rombongan Sunan Muria, berkatalah diantara mereka,” Kanjeng Sunan, ampunilah dosa dan kesalahan kami dan mohonkan kepada Allah agar akmi kembali menjadi manusia biasa.”
Sesungguhnya hati Sunan Muria merasa terharu menyaksikan peristwa itu. Akan tetapi beliau pun tersenyum sambil berkata dengan lembutnya.
“Wahai sanak kerabatku, aku sendiri ikut prihatin terhadap musibah ini, namun haruslah kukatakan bahwa semua ini sudah menjadi takdir Allah. Oleh karena itu terimalah dengan iklas dan bertawakallah kepada Sang Pencipta.”
Kanjeng Sunan, sekiranya memang demikian takdir kami, lantas bagaimanakah kami memperoleh kehidupan?”
Hati Sunan Muria semakin pilu mendengar permohonan itu. Setelah beliau bertafakur sejenak sesaat kemudian dengan tangkas menusukkan tongkatnya ke dalam tanah. Pada saat Sunan mencabut tongkatnya muncullah air yang jernih. Dalam waktu sekejap saja tempat itu telah menjadi kolam atau sendang.
“Dengarlah wahai para bulus tempat ini telah menjadisumber air abadi dan kelak akan mejadi desa yang ramai dengan nama sumber. Bersabarlah kalian disini karena makanan apapun yang kalian inginkan akan datang sendiri.”
Setelah berkata demikian bergegaslah Sunan Muria dan rombongan meningglkan tempat itu sehingga para bulus tak sempat menyampaikan terima kasihnya. Sejak itu orang-orang setempat menyaksikan sebuah kolam atau sendang yang banyak bulusnya. Sampai sekarang sendang sumber itu masih dikeramatkan.

Comments
0 Comments

0 komentar:


Posting Komentar

Kritik lan pamanggih panjenengan saged mbiyantu kesaenan blog menika.

(Komentar tidak di moderasi. Tapi apabila ada content yang tidak selayaknya ditulis maka akan dihapus)

MENU UTAMA

Sugeng Rawuh Ing Blog Sastra Jawa

MENU SASTRA JAWA

ISI BLOG SASTRA JAWA

Crita Rakyat

Ngengingi Blog Sastra Jawa

    SUGENG RAWUH

    Sugeng Rawuh, Katur para Jawa Sutresna ingkang sampun setya. Sastra Jawa Blog menika minangka salah satunggaling sasana kangge nguri-uri sastra lan kabudayan jawi. Sastra Jawi menika warisan saking para leluhur kang wigati sanget. Amargi sastra menika minangka arta, pusaka, lan uga rasa, rasa ing Jawa.
    Ing blog menika taksih kathah ingkang kedah dipunleresaken, bilih panjenengan kagungan pamanggih kirim mawon ing "JARWO37@GMAIL>COM"
    Nuwun...

    Enter your email address:

    Delivered by FeedBurner

Facebook Sastra Jawa

WEBSITE JAWA

BLOG KANCA

http://www.matswopati.tk https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiBJvohruQS784wGvMv4dbOyb6BAV_R0leNGiTrYmRSvdJDwoTkJNwq5V1UOutt9yCy_U_MuOzpKYrBPdD8fWBMHMuE-oeP5UBgmbiavmFiniMv-Ig_vHDLKS2U0r5I5sP6unumgicOGaK/s1600/Karikatur+murah+Semarang.jpg
Berikan donasi sebagai wujud kepedulian kepada kebudayaan Jawa. Dana Iklan digunakan sepenuhnya untuk keberlangsungan blog Sastra Jawa. Pasang iklan KLIK
Berikan donasi sebagai wujud kepedulian kepada kebudayaan Jawa. Dana Iklan digunakan sepenuhnya untuk keberlangsungan blog Sastra Jawa. Pasang iklan KLIK

Ngengingi Sastra Jawa Blog

ARSIP
Unduh
LINK
Pesbuk
Kontributor
  

Follow Sastra Jawa blog
ARSIP BLOG SASTRA JAWA


 

Pengikut

SUGENG RAWUH ING BLOG SASTRA JAWA
go to my homepage
..:: Klik gambar mlebet blog ::..
Bahasa, Sastra, lan kabudayan Jawi punika satunggaling waris ingkang kedah dipunuri-uri
Sugeng Rawuh, Katur para Jawa Sutresna ingkang sampun setya. Sastra Jawa Blog menika minangka salah satunggaling sasana kangge nguri-uri sastra lan kabudayan jawi. Sastra Jawi menika warisan saking para leluhur kang wigati sanget. Amargi sastra menika minangka arta, pusaka, lan uga rasa, rasa ing Jawa.
Ing blog menika taksih kathah kekirangan, bilih panjenengan kagungan pamanggih kirim mawon ing "BLOG@SASTRAJAWA.CO.CC"
Nuwun...

Isi buku Tamu || FaceBook Sastra Jawa || Profil Kula

| | |
Copyright@sastra-jawa007